Faeleir: Seniman Muda yang Mengubah Luka Menjadi Karya Seni Rajutan

Pada Sabtu, 11 Mei 2024, CLARA Indonesia hadir dalam sebuah pameran seni Rachell Gallery. Bukan lukisan, bukan juga patung, karya kali ini berupa rajutan. Hari Senin berikutnya, saya bertemu langsung dengan sang seniman muda berbakat bernama Faelerie. 

Pameran tunggalnya ini telah resmi dibuka di Rachel Gallery, Wisma Geha lt. 3, Jl. Timor No.25, Mentang, Jakarta Pusat. Seniman ini jebolan dari Desain Komunikasi Visual (DKV) Institut Seni Indonesia (ISI) Jogja. 

Faelerie, yang sering dipanggil Fai, telah mengenal benang, jarum, dan kain seni sejak usia dini dari Ibunya yang adalah seorang penjahit. Ibunya mendapat ilmu merajut turunan dari nenek Fay yang sekolah keputrian di masa penjajahan Belanda. 

Usai kuliah, Faelerie sempat membuat karya lukis, tapi setelah itu baginya merajut ini membawa dirinya ke dalam segala kenangan di masa lalu. Menurut Faelerie, merajut bukan hanya aktivitas biasa, melainkan sebuah bentuk seni yang mampu menghasilkan garis, bidang, bentuk, dan volume. Dalam keheningan, di studionya di Jogja, Fai merangkai karya rajutnya dengan ritme simpul rajut yang berulang. Melalui simpul-simpul rajutan yang rumit, Fai berusaha menangkap dan menghadirkan esensi dari kenangan yang muncul dalam benaknya.

“Saya memang tertarik dengan visual yang agak serem,” tuturnya saat saya tanya mengenai maksud dari pamerannya kali ini. Fai juga menjelaskan tentang “Merenda Tubuh, Menghias Luka,” merenda adalah sinonim dari merajut, sedangkan kata ‘tubuh’ diambil karena beberapa karya Fei mengambil elemen-elemen tubuh, sedangkan “menghias luka” bermaksud mengubah luka batin menjadi karya seni. Faelerie melihat bahwa rasa sakit dan kerapuhan bisa menjadi sumber kekuatan, dan melalui karyanya, ia berusaha memaknai serta merangkul luka-luka tersebut.

Pada seri karya "Shed My Skin, Set Me Free" (2024), Faelerie mengeksplorasi bentuk tubuh dan kondisi insecurity yang kerap dialami. “Lebih kaya orang yang insecure, terus dia pengen ganti kulit kaya ular. Habis itu kulitnya digantung. Insecure itu kan permasalah umum. Saya tertarik membahas itu,” ungkapnya. 

Fai juga menambahkan, melalui karya ini orang-orang bisa ikut relate dari pengalamannya, ”Harapannya, saya gak mau denial, sok kuat. Ada media tertentu yang bisa mengekspresikan.”

Rachel Gallery, yang menjadi tuan rumah pameran ini, menjadi ruang pamer karya Fai yang ada sejak tahun 2022 sampai 2024. Mulai dari ritme kehidupan hingga kerapuhan manusia. "Rhythm" #1 & #2 (2022) merupakan karya pertamanya dengan teknik full rajut, yang mendasari konsep ritme dalam karyanya selanjutnya. "Simpul-Menyimpul Luka" #1 & #2 (2023) menampilkan visual abstrak dari benda-benda rusak dan kain robek, menciptakan kondisi mental tertentu di mana luka-luka dihadirkan dalam bentuk visual.

Jika diperhatikan, karya-karyanya penuh dengan warna kulit, merah darah, dan merah muda bagai organ dalam tubuh manusia. Perpaduan antara fantasi dan realitas yang bertujuan untuk menunjukkan bahwa kerapuhan dan luka bukanlah akhir, melainkan bagian dari proses hidup yang perlu diterima dan dihargai. 

Ada juga “The Vessel” (2024) yang mencerminkan satu tubuh dengan wajah-wajah yang ingin keluar. “Saya mengibaratkan tubuh itu sebuah wadah, tubuh itu sebuah pertahanan. Muka-muka yang keluar itu kaya sisi gelap, bisa dibilang itu diri yang lain. Sebagai tubuh dia nahan,” jelas Fai. 

Sedangkan "The Unveiling Fruits" (2024) menggambarkan fenomena fragile masculinity, terinspirasi dari bentuk testis yang menggambarkan sisi kelemahan pria di balik maskulinitas yang dipaksakan. Karya ini menyoroti kontradiksi antara kekuatan dan kerapuhan dalam maskulinitas.

Ada satu karya yang menurut saya bentuknya lucu karena warna pink adalah warna favorit saya, dan karyanya kecil-kecil digantung seperti gantungan kunci. Fai memberi judul “Beneath The Skin” (2024), visual dari abstraksi organ manusia. Fisik dan batin selalu berkaitan, “Sebenarnya sakit batin, tapi sakitnya di perut. (Berpengahruh) ke fisik juga.” 

Pameran ini diharapkan dapat menjadi batu loncatan bagi karier Faelerie di dunia seni profesional. Semoga cita-citanya membawa karya ke dunia internasional bisa tercapai. 

Bagi Anda yang ingin menyaksikan langsung karya-karya Fai, Rachel Gallery buka Selasa-Minggu pk 12.00 sampai pk 19.00 di Art Hub, Wisma Geha. Jangan lewatkan kesempatan untuk menikmati keajaiban visual dari salah satu seniman muda dalam pameran yang berlangsung sampai 2 Juni 2024 ini.