Mendaki Sejarah Kehidupan di Gua Hira

Haute Culture

Pertama kali saya mendengar nama Gua Hira adalah ketika masih menduduki sekolah dasar. Ketika itu mata pelajaran agama Islam yang menjabarkan sejarah panjang Nabi Muhammad SAW. Tentu sebagai umat muslim lokasi tempat Nabi Muhammad SAW menerima wahyu untuk pertama kalinya sangatlah tidak asing, namun ketika pertama kali saya menapaki tempat tersebut dan melihat dengan mata dan kepala secara langsung, menjadi sesuatu yang amat mengesankan. Selama ini hanya mendengar kisahnya, dan tak menyangka bahwa tempat yang telah diceritakan selama lebih dari 1400 tahun yang lalu ada di depan mata.

Titik area pertama pendakian. Akses jalan masih dapat dilalui oleh kendaraan, namun disediakan juga tangga untuk opsi pejalan kaki.

Salah satu keistimewaan tentunya dapat melakukan ibadah umroh sekaligus melakukan ziarah ke tempat-tempat yang memiliki sejarah dalam perkembangan agama Islam. Mungkin dapat dikatakan tak semua orang dapat menjejaki Gua Hira tersebut. Pasalnya medan yang harus ditempuh melalui berjalan kaki, sangatlah memerlukan kekuatan fisik. Saya sendiri membutuhkan waktu 45 menit untuk mendaki jalan setapak menuju Gua Hira.

 

Di tengah suhu udara dingin yang berkisar antara 18 derajat celcius, dan berangin dingin. Saya dan satu orang teman saya membulatkan tekad untuk naik keatas Gunung Jabal Nur pada sore hari. Walaupun jika ditelaah kembali istirahat pada trip Umroh tersebut dapat dikatakan sangat minim. Bayangkan saja dalam waktu satu minggu kami harus berpindah kota sebanyak 3 kali, ditambah perjalanan pesawat dan bus yang memakan waktu berjam-jam. Belum lagi aktivitas tawaf yang terhitung sebanyak tiga kali. Namun tidak ada yang menyurutkan semangat kami.

Penampakan Zam Zam Tower dari titik area pendakian kedua. 

Rasa excited yang menyelimuti tentu membuat energi kekuatan tersendiri bagi kami. Jabal Nur yang terletak di kawasan Hejaz berjarak 7 km dari Masjidil Haram. Perjalanan diawali dengan berkendara menggunakan mini van selama kurang lebih 25 menit. Setibanya dikawasan tersebut, pada area parkir sudah terdapat pusat perbelanjaan open space yang menawarkan berbagai macam barang, mulai dari pakaian hingga parfum. Dan mayoritas tentunya berisi restoran dengan berbagai aneka hidangan. Maka apabila ada pengunjung yang berubah pikiran untuk tidak jadi menaiki gunung, dapat menunggu disana dan menikmati pusat perbelanjaan tersebut.

 

Dari titik tersebutlah aktivitas berjalan kaki dan mendaki gunung dimulai. Area pendakian yang dibagi menjadi beberapa titik ini awalnya terasa bersahabat, karena jalan yang disediakan masih cukup luas dan memiliki dua opsi, yakni opsi menggunakan anak tangga, atau berjalan mendaki biasa. 

Area pelataran sebelum memasuki titik pendakian Jabal Nur

Namun ketika area pendakian tersebut telah mencapai titik pemberhentian ketiga. Jalan yang harus dilalui mulai mengecil dan curam. Di titik inilah setiap pendaki harus menaiki tangga, yang harus bergantian dengan pengunjung yang hendak turun dari gunung. Bagi Anda yang phobia akan ketinggian saya sarankan untuk tidak naik ke gunung ini. Pasalnya dari ketinggian inilah Anda mulai dapat melihat curamnya medan tersebut. Jalan yang berpasir membuat siapa pun yang melalui track ini harus sangat berhati-hati, karena sangat mungkin untuk tergelincir. Ditambah jalan pun tidak rata dan penuh dengan batu-batuan.

Penampakan kota dari atas ketinggian Jabal Nur

Waktu yang sudah mendekati azan Maghrib pun, perlahan semakin gelap. Dan dari kejauhan mulai tampak pendar-pendar cahaya dari perkotaan. Semakin mendaki dan semakin tinggi maka semakin mendekat pula dengan Gua Hira. Dan perlahan mulai tampak para peziarah yang hadir melakukan sholat dari atas ketinggian. Dan Indahnya lagi posisi Zam-Zam Tower yang menjulang di kota Mekkah itu dapat dilihat langsung dari Gua Hira yang berada di puncak Jabal Nur setinggi 640 meter ini. Artinya kita dapat langsung mengetahui dimana posisi Ka’bah.

Gua Hira yang dipadati para peziarah.

Sekitar 5 menit saya tiba di Puncak Jabal Nur, azan Maghrib pun berkumandang. Dan tentu hanya ada satu sumber Azan yang mengumandangkan, yaitu Masjidil Haram. Nah kini Anda dapat memvisualisasikan bagaimana momentum tersebut. Bahwa dibawah langit sunset berwarna jingga,  berpemandangan horizon biru tak berbatas, dan ditemani pendar cahaya lampu penduduk dari bawah pegunungan. Tentu tak hanya mata, dan telinga saja yang termanjakan, tetapi perasaan haru dan syukur atas momentum tersebut.

Pendaran cahaya perumahan penduduk dari ketinggian Jabal Nur

Sebuah tempat historikal, yang mempunyai keterikatan khusus dengan bathin. Dalam kesempatan tersebutlah saya kembali teringat, bahwa umat manusia seringkali mengeluh akan suatu cobaan hidup, tanpa pernah teringat bagaimana perjuangan Nabi Muhammad SAW untuk umatnya.

 

Pendakian gunung ini, bukanlah sebuah pendakian biasa, melainkan sebuah penjejakan untuk melihat kembali sebuah perjuangan di masa lalu.