You Deserve The Best

Common Sense

 

Di suatu sore yang berawan, ketika itu kota Jakarta sedang diselimuti oleh awan gelap yang membuat kota ini selalu mendung dan menjadi lebih sejuk. Saya dan seorang teman saya sedang berada di sebuah restoran sambil berbincang mengenai kehidupan dari hulu ke hilir. Bahwa kami sama-sama sedang terheran-heran akan tingkah laku kehidupan manusia di kota ini.

 

Membingungkan, kiranya itulah kata yang dapat merangkum semua pembicaraan kami yang berlangsung selama 7 jam. Seringkali kita mendengar sebuah kalimat dari seorang lawan bicara yang mencoba menasehati dengan ungkapan “You deserve better” yang sering dikatakan di akhir sebuah perbincangan mengenai curhatan atau masalah hidup.

 

Sementara tanpa kita sadari bahwa kalimat "You deserve better" tersebut sebenarnya memiliki beragam perspektif. Maka sebenarnya “better” disini sebenarnya yang seperti apakah? Berdasarkan tolok ukur yang seperti apakah maka dapat disebut “lebih baik” disini?

 

Saat itu teman saya menganalisa, sebenarnya mengapa seseorang dapat dengan mudah membuat justifikasi bahwa sudut pandang orang yang sedang memberikan nasehat itu benar. Sehingga semisal kita yang merupakan orang yang sedang menumpahkan isi perasaan, menjadi terasa sedang dihakimi. 

 

Dapatkah Anda membayangkan bagaimana rasanya apabila ketika sedang dalam suatu kepelikkan masalah dan membutuhkan tempat untuk bercerita, tetapi nyatanya lawan bicara yang Anda percayakan untuk menjadi pendengar yang baik justru menghakimi Anda dengan persepsinya dan pada akhir pembicaraan ia mengatakan kalimat “You deserve better”. Akhir kalimat itu seolah menempatkan kita menjadi terdakwa, sementara ia seolah menjadi pahlawan yang hadir dari kasta tertinggi.

 

Tentu bukan situasi itu yang kita inginkan. Bahwa seseorang yang sedang bersusah hati hanya ingin dirinya didengar saja tanpa ada penghakiman bahwa apa yang dia lalui salah dan tidak baik. Maka yang lebih baik versi sang pemberi nasehat seperti apa? Apakah sang pemberi nasehat telah memiliki validasi akan tolok ukur kehidupannya. Apakah standar yang ia tentukan dan ia jalankan dalam hidupnya sudah paling benar? Atau justru sebenarnya seorang yang memberikan nasehat itu ternyata hanya iri hati kehidupan orang lain.

 

Tentu tidak ada kehidupan manusia di muka bumi ini yang sempurna, maka sebelum Anda sendiri mengucapkan kalimat “You deserve better” untuk orang lain. Sebaiknya lihat kembali dari kacamata yang berbeda, apakah standar yang telah Anda ciptakan untuk diri Anda pribadi sudah sangat baik? Karena tidak ada kata “better” sebenarnya. Tidak ada yang paling baik dan lebih baik.

 

Maka akan jauh lebih bijak jika kalimat nasehat yang seharusnya terucap harusnya adalah “You deserve the best”.